Benih Lobster Sumbawa Diekspor ke Vietnam

Sebarkan:

Sumbawa Besar, KA.

Potensi sektor Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa sangat menjanjikan, sejumlah pengusaha kini melakukan ekspor benih lobster ke Negara Vietnam.


Kepada awak media, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumbawa, Ir Dirmawan MM, di ruang kerjanya, Senin (26/10/2020) menyebutkan,  salah satu potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Sumbawa kini menjadi incaran pengusaha, dalam empat bulan terakhir ini (Juli –Oktober 2020) jumlah uang yang beredar di daerah ini untuk membeli lobster mencapai sekitar Rp 6 Miliar.

Didampingi Kabid Perikanan Tangkap H Burhanuddin S.Pi, ia menjelaskan, potensi lobster Sumbawa itu baik di perairan Sili-Maci, Brang Bako Empang, Labangka maupun Lunyuk, ternyata menarik minat belasan pengusaha dari Jawa dan Bali  untuk mendapatkan izin berinvestasi di daerah ini dan bekerjasama dengan Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan setempat untuk membeli benih bening lobster (BBL) baik itu jenis pasir maupun mutiara.

Harga BBL di pasaran berkisar Rp 11.500 – Rp 32.000 per-ekor yang diperoleh dari hasil tangkapan sekitar 1.100 lebih nelayan penangkap lobster.

“Kualitas lobster Sumbawa yang telah dikumpulkan itu cukup tinggi, selanjutnya oleh pengusaha diekspor ke Vietnam melalui Bandara International Lombok- Soekarno Hatta Jakarta  dengan harga Rp 250.000 per kg,” papar Dirmawan.


Kabid Perikanan Tangkap DKP Sumbawa, H. Burhanuddin S.Pi, menambahkan, berdasarkan hasil rapat koordinasi DKP seluruh Kabupaten/Kota se NTB yang dilaksanakan DKP NTB 22 – 23 Oktober 2020 di Mataram, ada beberapa point penting untuk dapat dilakukan evaluasi kedepan, baik itu menyangkut soal penetapan nelayan penangkap dan lokasi penangkapan BBL, evaluasi penerbitan Surat Keterangan Asal Benih (SKAB) BBL, pelepasliaran BBL, pengawasan, mekanisme dan tahapan pemberian sanksi.

“Untuk penetapan nelayan penangkap BBL di Kabupaten Sumbawa sudah mencapai 1.100 lebih nelayan dengan dibantu oleh perusahaan sebagai mitra kerja KUB setempa,” ujarnya.

Soal tata niaga benih lobster tersebut, terang Haji Bur sapaan akrabnya, masih dikuasai oleh pengepul atau pengumpul tidak langsung dibeli ke nelayan. Hal tersebut tidak sesuai dengan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020, sehingga belum memberikan dampak yang signifikan kepada nelayan penangkap Benih Lobster.

Sedangkan untuk penerbitan SKAB,  sampai saat ini sudah mencapai sekitar 100 lembar SKAB sesuai permohonan nelayan penangkap BBL dan perusahaan sebagai mitra nelayan.

“Yang menjadi persoalan permohonan SKAB harus dilakukan oleh perusahaan pembeli BBL, bukan dilakukan oleh nelayan karena nelayan memiliki keterbatasan dalam mengelola administrasi permohonan SKAB dan ini menjadi catatan penting untuk merubah Permen KP Nomor 12 tahun 2020,” ujarnya.

Begitu pula soal pelepasliaran BBL, sambungnya, semua dilakukan oleh perusahaan di Pulau Jawa sehingga tidak memberikan konstribusi kepada Daerah lokasi penangkapan BBL.

Sehingga kedepannya pelepasliarannya harus dilakukan didaerah lokasi penangkapan BBL masing-masing, dengan pengawasan harus dilakukan secara kontinyu. Sebab, masih cukup banyak pengiriman ilegal yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Termasuk soal pemberian sanksi, sejauh ini belum dilakukan secara maksimal karena dalam Permen-KP itu belum diatur secara jelas.

“Bahkan kontribusi daerah terkait penerbitan SKAB juga belum memberikan dampak kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena itu revisi menyeluruh terhadap Permen-KP harus dilakukan, sebab masih banyak kekurangan dalam pengelolaan BBL  tersebut,” pungkasnya.(KA-01)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini