Penerapan Roster Kerja Baru PT AMNT Berpotensi Tabrak Regulasi

Sebarkan:

Taliwang, KA.
Rencana penerapan roster kerja baru PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PT. AMNT) mendapat sorotan dari berbagai pihak. Selain tanpa melalui proses pertimbangan aspek keselamatan kerja, rencana  penerapan roster kerja maksimum dengan skema 8-2-2 itu dinilai tanpa memperhatikan dampak psikis bagi karyawan.
" Roster kerja baru ini harus dipertimbangankan lagi.  Bayangkan, dengan skema itu, karyawan tentu tidak akan dapat bertemu dengan keluarganya selama 8 Minggu hari kerja ditambah dengan 2 minggu masa karantina (isolasi)," ungkap aktivis ketenagakerjaan Sumbawa Barat, Heri Supriadi, Kamis (25/06).
Ia mengaku mendengar penerapan roster kerja 8-2-2 ini ternyata pemberlakuannya akan bervariatif, antara 12,5 jam kerja sampai 13,5 jam kerja per hari. Artinya, jika diterapkan maka jam kerja itu  tidak dapat lagi dikatakan sebagai Jam Kerja Regular. Apalagi sesuai  dengan ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan utamanya  pasal 78 ayat 1 (a) sudah sangat jelas menyebutkan, Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja sebagaiamana dimaksud dalam pasal 77 ayat 2 harus memenuhi syarat yakni, perusahaan lebih dulu harus mendapat persetujuan dari pihak pekerja/buruh, atau setidaknya perusahaan mendengarkan aspirasi dari para pekerja/buruh.
" Jadi Sistem Roster Kerja Maksimum Seperti 10:2 atau 8-2-2 ini bukanlah sesuatu yang mutlak diberlakukan karena masih terdapat opsi-opsi sistem roster kerja yang dapat dipilih oleh pihak perusahaan. Sebut saja seperti yang diatur dalam Kepmenaker No 234 tahun 2003. Kepmenaker  itu menyebutkan, bagi perusahaan yang tidak menerapkan sistem Roster Kerja Regular sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat 1 huruf (a) dan (b), maka perusahaan dapat memilih opsi huruf (c) sampai dengan huruf (n), misalkan skema kerja (mingguan) 4:2 atau 6;2 atau 6;3 tanpa memaksakan menerapkan Sistem Roster Kerja Maksimum 8-2-2 dengan waktu kerja 13 jam per hari. Ini tentu sangat riskan yang berdampak pada keselamatan kerja," sebutnya.
Meski begitu Heri mengaku tak mau berspekulasi apakah kebijakan perusahaan dalam menerapkan system roster kerja 8-2-2 tersebut merupakan by design atau strategi perusahaan untuk mengurangi komposisi pekerja lokal ?. Ia hanya menyatakan  biarlah nanti Tim  Pengawas Ketenagakerjaan atau Mediator yang akan mengkaji dan menganalisa apakah terdapat indikasi untuk mengurangi tenaga kerja lokal atau tidak dalam kebijakan  tersebut.
" Saya tidak dalam kafasitas membicarakan hal itu. Itu tugasnya Tim Pengawas Ketenagakerjaan atau Mediator untuk mengkaji dan menganalisanya," cetusnya.
Sedikit ditambahkan Heri, apabila kebijakan itu diberlakukan karena perusahaan berada di daerah operasi tertentu, maka itu sangat tidak tepat. Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 234 Tahun 2003 tentang Waktu Kerja Dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi Dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu, utamanya  Pasal 1 ayat 5 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Daerah Tertentu adalah “Daerah Operasi Kegiatan Perusahaan Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral Di Daerah Terpencil dan atau Lepas Pantai.
" Penekanan Pada Pasal 1 ayat 5 Kepmenaker 234 Tahun 2003 itu yakni pada daerah terpencil dan atau Lepas Pantai. Nah, sekarang apakah Perusahaan PT. AMNT memenuhi klausul ini atau tidak? Sementara sesuai yang diatur dalam Permenaker No 15 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 2 menjelaskan yang dimaksud dengan Daerah Operasi Tertentu adalah Lokasi Tempat Dilakukan Eksplorasi, Eksplotasi dan atau Pengapalan Hasil Tambang. Ini artinya jika dicermati secara mendalam, daerah operasi PT.AMNT di batu hijau tidak dapat dikatakan masuk dalam kategori/kriteria daerah operasi tertentu sebagaiamana dimaksud dalam Permenaker tersebut," demikian Heri. (KA-02)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini