Lembaga “Big Idea” Tepis Tudingan Soal Tes Calon Kades Bocor

Sebarkan:

Sumbawa Besar, KA.
Penyelenggara seleksi tambahan calon kepala desa, Lembaga Psikologi “Big Idea” membantah tudingan soal tes sudah bocor ke peserta seleksi.
“Hal itu sama sekali tidak benar, tidak ada soal yang bocor,” ungkap Surya, Koordinator Skoring  Lembaga Psikologi “Big Idea”, saat Jumpa Pers di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kabupaten Sumbawa, Selasa (18/02/2020).
Dalam jumpa pers yang juga dihadiri Kabid Pemerintahan Desa Deden Firiadi, S.STP., M.Si, dan Sekretaris Dinas PMD Syafullah SE, itu, Surya membeberkan fakta yang terjadi saat tes berlangsung selama dua hari berturut turut tersebut.
Pada tes hari pertama Sabtu 15 Pebruari, Surya menjelaskan, sebelum tes dimulai pihaknya membacakan tata tertib menganai tes dan tata cara pengerjaan tes diawal sebelum membagikan alat tes.
“Setelah kami membagikan tata tertib, pertama kita mulai tes MMPI atau tes psikologi. Pada saat mereka setelah selesai menyelesaikan tes ini, mereka kita minta untuk angkat tangan menandakan telah selesai tes. Kemudian kami langsung menarik lembar jawaban dan lembar soalnya. Kemudian kami persilahkan peserta untuk keluar dari ruang tes. Kami tidak mempersilahkan mereka keluar dulu sebelum kami tarik soal dan lembar jawaban. Setelah kami ambil langsung kami sortir, lembar jawaban dan soal. Lembar soal ini langsung kami masukan dalam map,” terangnya.
Sedangkan lembar jawaban, sambungnya,  langsung diberikan ke tim skoring karena langsung dilakukan skoring, sehingga tidak menunggu waktu dan langsung dilakukan skoring.  Untuk tim skoring kami bedakan. Ada tim sekoring MMPI dan ada tim skoring TPA (Tes Pengetahuan Akademik).
“Jadi setelah pelaksanaan tes MMPI, ada waktu selama 30 menit untuk peserta untuk istirahat atau sekedar minum kopi dan makan kue. Setelah itu kami persilahkan mereka masuk kembali ke dalam ruangnya, menempati tempat duduk bebas,” ungkapnya.
Kemudian tes kedua yakni TPS, ungkapnya, sebelum melakukan TPA pihaknya kembali mengumumkan tata tertib pengerjaan tes. Termasuk jangan sampai lembar soal dicoret.
“Kami menyediakan lembar soal dan lembar jawaban sendiri. Itu salah satu yang tidak hentinya kami ingatkan kepada peserta,” katanya.
Dikatakan,  peserta tes TPA juga sama dengan perlakuan saat tes MMPI, jika selesai peserta harus menangkat tangan. Kemudian baru ditaruh soal dan lembar jawabannya.
“Kami langsung memasukan soalnya ke dalam map dan disegel. Soal TPA ini dalam lembaga hanya tiga orang tahu. Pertama pembuat TPA selaku koordinator skoring TPA, ketua lembaga dan sekretaris lembaga. Saya pun tidak tahu isi dari TPA,” ungkapnya.
“Makanya prosedur yang sudah kita jalankan, ketika kami tari itu kami tidak sortir lagi berdasarkan nomor urutan tes. Langsung kami masukan ke dalam map. Dalam satu map itu ada 20 lembar soal. Kalau satu map sudah terisi 20 lembar soal maka akan kami segel. Kami tidak memeriksa lagi untuk menjaga independensi. Itu sampai semuanya selesai kemudian kami berikan waktu sampai jam 4 untuk kami melakukan skoring. Jadi skoring MMPI punya tim sendiri dan TPA punya tim sendiri,” imbuhnya.
Usai mereka menyelesaikan skoring dari masing-masing tes, sambungnya, nanti ada satu orang yang mengabungkan antara nilai MPPI dan TPA. Masing-masing tes ini punya Quality Control untuk memastikan bahwa skoring berjalan dengan lancar.
“Skoringnya menggunakan aplikasi yang sangat tidak mungkin kita manipulasi. Jadi apapun hasil dari skor MMPI dan TPA akan terekam. Kemudian kita gabungkan, kemudian kita tuangkan ke dalam berita acara.
Dalam berita acara kami hanya menulis rangking, nama, dan jumlah skor. Tidak kami sebutkan skor masing-masing tes. Tapi langsung kami gabungkan. Kerena seperti itu ketentuan yang sepakati. Itu hari pertama selesai kita umumkan,” kata Surya.
Pada tes hari kedua Minggu (16/02/2020), ungkap Surya, sama perlakuanya dengan hari pertama, pihaknya kembali menjelaskan  tentang tata tertib.
Ternyata, pada saat tes TPA, ada satu peserta yang angkat tangan karena soalnya sudah tercoret pada di lembar soal kode 144 disub tes Bahasa Indonesia sekitar 10 atau 15 soal yang sudah diberi tanda silang.
“Saya tidak tahu di menit keberapa dia mengangkat tangan. Yang jelas ketika dia minta ganti, kami langsung ganti dengan lembar soal yang ada di dalam map yang kami sudah sediakan. Kami tidak milih nomor berapa, kami ambil acak dan nomor soalnya 165. Kenapa kami tidak tahu kalau ada yang tercoret. Kami rasa kami hari pertama sudah memastikan bahwa soalnya tes ini jangan di coret. Kami tidak melakukan pengecekan karena kami tidak boleh. Untuk menjaga independensi kami langsung masukan soal ke dalam map dan kami segel untuk tes hari kedua,” tukasnya.
“Makanya kami beranggapan bahwa peserta ini sudah mengerti tata cara atau aturan bahwa tidak boleh mencoret soal. Kenapa ini bisa tercoret, kami bukan melepas tanggung jawab dan kami tidak tidak tahu kalau ada yang tercoret,” tambahnya.
Diakui Surya, lembaganya hanya  mencetak soal  sebanyak 180, sementara peserta sebanyak 332 orang.
“Kenapa kami tidak melebihkan soal, karena kami memastikan bahwa tes hari pertama sama dengan tes hari kedua, tidak ada pembedaan mulai nomor urut seperti yang kita kasih seperti itu. Untuk hari kedua tidak lagi kami lakukan sortir. Untuk menjaga independensi. Kami tim setelah menarik soal itu langsung kami masukan ke dalam map. Kami tidak mengecek karena tidak boleh. Kemudian terjadi hal-hal seperti yang tercoret. Setelah kami mengecek ternyata benar, dan kami menganti dengan nomor 156. Kami juga sudah  mengecek satu desa hijrah itu, itu ada 6 peserta, 5 soalnya lain tidak dicoret. Soal pengati sama dengan isinya dengan soal yang tercoret. Cuma kodenya saja yang berbeda,” sebutnya.
Sekretaris Lembaga “Big Idea”  Ilmi menambahkan, standar soal yang digunakan, Psikotes ada banyak sekali instrument tes psikologi untuk mengukur kepribadian. Dan hasil diskusi, pihaknya mengambil keputusan menggunakan tes MMPI. Karena MMPI merupakan salah satu tes yang ouputnya yang hasilnya tidak hanya narasi atau penjelasan diskriptip tapi langsung dalam bentuk skor atau poin.
“Misalnya ada tes mengambar. Nanti keluar hasil tesnya dengan narasi pengendalian emosi tinggi, pengendalian diri baik. Inlegensi tinggi. Tapi itu hasilnya secara naratif. Ketika kita bilang tinggi, rentang angkanya masih belum jelas. kita tidak memakai itu karena itu sangat riskan katena masih perlu menarik nilai.
Akhirnya kami menggunakan tes MMPI. Tes ini terstandar nasional bahkan internasional dan itu sebabnya saya bilang bahwa tes ini salah satu tes seksi yang digunakan oleh psikiater dan psikolog,” sebutnya.
Dijelaskan, MMPI sendiri ada bertahap-tahap. Ada yang MPPI dua istilahnya dipakai untuk kalangan pejabat midel sampai atas, misalnya tes eselon 567 soal. yang kita pakai ini MMPI 180, untuk mengukur seberapa aspek tapi tidak untuk mengukur pejabat tingkat tinggi. Kalau pejabat tingkat tinggi mungkin 15 sampai 20. Ini midel untuk tengah.
“Sedangkan MMPI untuk tes calon kades, Ini bisa dijawab oleh berbagai kalangan dari batas usia 14 tahun ke atas dan bahkan untuk mereka yang berpendidikan SMP. Artinya bisa cukup di fahami. Mekanisme tesnya, dimanapun tes psikologi tidak perlu belajar, karena bukan menyakar dan sebagainya. Bahkan tesnya itu sangat mudah. Peserta cukup menjawab apakah pernyataan itu sesuai atau tidak. Misalnya ada pertanyaan, saya sering serapan, jika itu sesuai maka lingkari sesuai, jika jarang sarapan bararti tidak sesuai. Jadi pernyataan itu mewakili atau tidak dari diri sendiri yang menjawab,” cetusnya.
“Nanti skrornya akan digabung antara skor psiko tes dengan TPA. Kami tidak menggunakan sistem pasing grade. Kita menggunakan sistem rengking. Kita tidak menggunakan pasing grade, nanti ada desa yang tidak lolos pasing grade,” pungkasnya.(KA-01)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini