Kasus Lahan Smelter PT AMNT Bakal Dilaporkan ke Mabes Polri

Sebarkan:

Sumbawa Besar, KA.

Persoalan ganti rugi lahan milik warga yang terdampak pembangunan smelter bPT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) bakal berbuntut panjang.

Pemilik lahan bakal melaporkan sejumlah ke Mabes Polri atas dugaan penyerobotan lahan.

Advocat Sobaruddin SH, selaku Kuasa Hukum Alimun, salah seorang pemilik lahan smelter  saat jumpa Persnya Kamis (19/05/2022), menyatakan ia bersama tim Advocat akan melaporkan kasus tanah smelter di KSB itu ke Mabes Polri.

Langkah hukum pidana itu ditempuh, terang Sobar, sapaan akrab Advocat senior ini, karena upaya koordinasi dan mediasi dengan Ketua Tim Fasilitasi Pembebasan Lahan smelter KSB M. Endang Arianto MM sejak pertengahan April lalu guna penyelesaian masalah ganti rugi belum membuahkan hasil.

Saat pertemuan dengan ketua tim fasilitasi tersebut,kata Sobar, pihaknya menyodorkan bukti kepemilikan lahan atas nama kliennya Alimun. Namun justru tidak mendapatkan penyelesaian yang kongkret, tapi sebaliknya mengelak dan menuding kliennya itu tidak memiliki lahan di lokasi pembangunan smelter tersebut sebagaimana surat jawaban somasi dari Ketua Tim Fasilitasi Pembebasan Lahan Smelter KSB M Endang Arianto MM yang dikirim melalui WhatsApp beberapa hari lalu.

Sobar memaparkan,  awalnya lahan milik kliennya seluas 1,2 hektar lebih  di kawasan Otak Keris Desa Maluk itu dimiliki oleh Ahmad Taat. Dimana saat itu Ahmad Taat  mengikuti program transmigrasi lokal pada tahun 1984 lalu di Otak Keris, sehingga Pemerintah menerbitkan  sertifikat hak milik (SHM) Nomor 181 atas lahan tersebut atas nama Ahmad Taat pada tahun 1987.

Saat itu, kliennya Alimun datang ke Maluk untuk bekerja sebagai tukang bangunan dan bertemu dengan Ahmad Taat, karena sama-sama berasal dari Lombok Tengah, dan selanjutnya terjadi proses jual beli lahan tersebut antara keduanya secara di bawah tangan.

Kemudian terjadi kesepakatan lahan tersebut tetap dikerjakan oleh Ahmad Taat, namun Ahmad Taat juga berpindah-pindahv tempat. Setelah sekian lama,  belakangan diketahui ada  penggusuran di lokasi lahan miliknya, lantas Alimun mendatangi ahli waris Ahmad Taat untuk dibuatkan bukti autentik terkait lahan tersebut di Mataram.

Ia selaku kuasa hukum atas lahan tersebut, kata Sobar, turun ke lokasi itu dan menemukan  persoalan, dimana diatas lahan itu telah terbit sejumlah sertifikat.

Persoalan ini saat ditangani oleh  kuasa hukum sebelumnya juga pernah bersurat ke BPN. Hasilnya,  tidak pernah ada tumpang tindih di lahan itu dan  BPN menegaskan  lahan tersebut masih atas milik Ahmad Taat sesuai SHM Nomor 181.

Bahan selama ini tidak pernah ada peralihan hak antara Ahmad Taat kepada pihak manapun. Iai juga menemukan kejanggalan di data Dukcapil, menurut keterangan keluarga, Ahmad Taat telah meninggal dunia, namun bisa muncul tanda tangan Ahmad Taat pada 2018 untuk memberikan ahli waris atas lahan itu, sementara di lapangan ditemukan fakta bahwa ada penerbitan sejumlah sertifikat atas lahan tersebut.

Sobar mengatakan, jika  mengacu pada dokumen yang dimiliki, maka pihak perusahaan telah membayar ganti rugi kepada pihak yang tidak berhak. Sebab, jika mengacu pada data BPN tidak pernah ada peralihan hak atas lahan tersebut dari pemilik awal yakni Ahmad Taat sesuai  SHM Nomor 181 tersebut.

"Pihak PT AMNT bersama Pemda KSB  menyatakan telah menyelesaikan pembayaran ganti rugi lahan tersebut, tapi kenyataannya dibayarkan kepada orang lain yang tidak berhak yakni kepada Miskam, Nurdin dan Lugiman," ungkapnya.

Karenanya, ungkap Sobar,  pihaknya akan melaporkan  persoalan tersebut  ke Mabes Polri.

"Kami minta Mabes Polri untuk mengusut tuntas siapa saja oknum yang terlibat kasus tindak pidana atas lahan milik klien kami tersebut. Kami juga  akan menempuh upaya hukum perdata,” tegasnya.

Ia juga sangat menyayangkan upaya yang ditempuh oleh Ketua Tim Fasilitasi selama ini justru lebih memposisikan diri sebagai tim advokasi dari pihak perusahaan bukan tim yang seharusnya memfasilitasi pemilik lahan dengan perusahaan.

"Saya pikir sebagaimana pengalaman-sebelumnya ketika saya menyelesaikan sengketa lahan juga di otak keris atas nama Muhammad Gua dulu, saat itu yang bersangkutan datang sebagai tim fasilitasi untuk melihat data-data yang kami miliki agar dapat difasilitasi dengan pihak perusahaan. Tapi nampaknya kehadiran M Endang Arianto itu bukan hendak untuk memfasilitasi kami selaku kuasa hukum dari Alimun dengan pihak perusahaan tetapi ingin mengambil data saya guna melakukan pelemahan dalam jawaban dia terhadap somasi yang pernah kami layangkan sebelumnya," sesal Sobar.

Karenanya, ia  berkesimpulan bahwa ketua tim fasilitasi pembebasan lahan smelter PT AMNT Endang Arianto Cs  bukan berfungsi sebagai tim fasilitasi melainka sebagai  tim advokasi pihak perusahaan.

"Langkah hukum pidana dan perdata akan segera kami tempuh, agar semuanya  menjadi jelas siapa saja yang terlibat dalam kasus int, kami akan membuat perkara ini menjadi bom waktu. Kasus ini akan  menjadi pint masuk untuk  perkara-perkara penyelewengan lainnya yang pernah terjadi di KSB, apalagi pembayaran ganti rugi lahan  di Otak Keris sesuai SK Bupati KSB itu dihargai  hanya Rp 5,5  juta per are. Sementara info yang kami dapat seharusnya lebih dari Rp 5,5 juta per are. Semuanya nanti akan kami bongkar satu per satu," pungkasnya.(KA-04)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini