Satu Lagi Tersangka Bebas, Kajari : Penegakan Hukum Tidak Harus Lewat Peradilan

Sebarkan:

 

Sumbawa Besar, KA.

Seorang pria berinisial AN akhirnya bisa mengirup udara kebebasan. Kasus hukum yang menimpa tersangka ini dinyatakan selesai, setelah Kejaksaan Negeri Sumbawa menerapkan Restorative Justice atas kasus tersebut. 

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sumbawa, Dr. Adung Sutranggono, SH., MH dalam jumpa persnya, Rabu (14/07/2021) membenarkan penerapan restorative justice (RJ) itu. 

“Ini merupakan RJ ke empat selama kurun waktu Januari hingga Juli 2021 ini,” terang Kajari.

Diakui Kajari, kasus ini terjadi setelah tersangka AN dilaporkan oleh seorang warga ke polisi. Dimana AN dilaporkan melakukan dugaan melanggar pasal 76 C jo pasal 80 ayat (1) UU RI No.35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 


Kasus tersebut terjadi di Desa Labuhan Sumbawa, Kecamatan Sumbawa, 03 Januari 2010 lalu. Berawal saat tersangka AN jalan bersama anak ZD (5) dengan posisi anak ZD berjalan di depan tersangka. Saat itu, tersangka melihat anak ZK sedang bermain lempar bola bersama empat orang temannya. Kebetulan saat itu tersangka AN sedang melintas dengan anak ZD. Tiba tiba bola yang dilemparkan oleh anak ZK mengenai punggung anak ZD. Kemudian tersangka bertanya “Kenapa kamu lempar anak ZD”,  dan dijawab dijawab oleh anak ZK “Tidak ada saya lempar”.  Mendengar itu, tersangka langsung emosi menampar pipi kiri anak ZK sebanyak satu kali. Kemudian mengatakan “ kasih tau orang tua mu” . Akibat penamparan tersebut  berbuntut dilaporkannya tersangka oleh orang tua anak ZK ke polisi.

Kasus tersebut sudah pernah dimediasi. Namun, upaya itu tidak berhasil. Karena berkas perkara kasusnya sudah dinyatakan lengkap, dilakukan pelimpahan ke Kejari Sumbawa. 

Setelah itu, upaya perdamaian kembali dilakukan. Akhirnya, tercapailah kesepakatan damai antara para pihak yang berperkara. Kesepakatan damai ini akhirnya tercapai pada 06 Juli lalu 2021. Setelah kesepakatan damai ini tercapai, barulah sistem RJ ini diterapkan. 

Sebelum RJ ini diterapkan, terang Kajari, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh tersangka. Seperti tersangka baru pertama kali melakukan tindakan pidana. Kemudian, tindak pidana yang dilakukan ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun. Tidak pidana yang dilakukan tersangka tidak menimbulkan kerugian nilai barang tertentu. Semua persyaratan ini, dinilai sudah dipenuhi oleh kedua tersangka. 

Sebelum penghentian perkara melalui  sistem RJ ini, lanjut kajari, pihaknya melakukan ekspose terlebih dahulu. Sehingga mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), guna dilakukan penghentian penuntutan.

"Penerapan restorative justice ini sudah mendapatkan persetujuan dari JAM Pidum," ujar kajari. 

Kajari berharap, penanganan perkara dengan penerapan sistem RJ ini, dapat mengubah stigma negatif atau pola pikir dalam masyarakat. Dimana penegakan hukum tidak harus diselesaikan melalui peradilan. 

"Tapi, untuk penanganan tindak pidana ringan, dapat mengedepankan perdamaian. Dengan landasan pemulihan keadaan pada kondisi semula, keadilan dan beraspek kemanusiaan," cetus Kajari.(KA-01)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini