Dinilai Langgar Perpres, Direktur CV Maraja Utama Gugat Pemkab Sumbawa ke PTUN

Sebarkan:

Sumbawa Besar, KA.

Direktur Utama CV. Maraja Utama Abdul Haji, S.AP  akhirnya menunjuk kantor hukum F.A Law Office beralamat di Jalan  Mangga, No. 26 Uma Sima, Sumbawa Besar, NTB sebagai kuasa hukumnya. 

CV. Maraja Utama melalui kuasa hukumnya Febriyan Anindita, S.H dan kawan-kawan telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram. Gugatan tersebut telah didaftarkan pada tanggal 9 Juni 2021, dengan Nomor Perkara  : 19/G/2021/PTUN.MTR.

CV. Maraja Utama berkedudukan sebagai pihak Penggugat, sedangkan pihak Para Tergugat yaitu terdiri dari Bupati Sumbawa sebagai Tergugat I, Sekretaris Daerah Kab. Sumbawa sebagai Tergugat II, Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Sekretaris Daerah Kab. Sumbawa sebagai Tergugat III, Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan  Kab. Sumbawa  sebagai Tergugat IV, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Sumbawa sebagai Tergugat V, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Sumbawa sebagai Tergugat VI,. Dinas Perpustakaan Kearsipan Kab. Sumbawa sebagai Tergugat VII, serta Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa Kab. Sumbawa sebagai Tergugat VIII.

Adapun yang menjadi objek gugatan yaitu tindakan administratif pejabat pemerintahan dalam menentukan syarat kualifikasi beberapa tender di Pemkab Sumbawa. 

Febriyan Anindita, S.H, menyebutkan bahwa ada beberapa aturan yang dijadikan rujukan oleh Pemda Sumbawa tidak berlaku/telah dicabut pasca lahirnya Perpres No. 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa". Kemudian jika dihubungkan dengan Objek Gugatan merupakan tindakan pemerintah yang dapat dijadikan objek dalam gugatan PTUN. 

"Hal ini berdasarkan Pasal 1 Ayat (8) Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang pada pokoknya menyatakan, tindakan administrasi pemerintah yang selanjutnya disebut tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan,"  ungkap Febry, sapaan akrab advocat muda yang sedang naik daun ini.

Atas persoalan tersebut, lanjut Febry, pihaknya menilai Pemda Sumbawa melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad). 

Kemudian, kepentingan pihaknya sebagai Penggugat adalah perwujudan hak yang dimiliki oleh setiap orang untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima Negara Republik Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dijelaskan Febry, bahwa tanggung jawab jabatan dalam Pengadaan Barang dan Jasa Tanggung Jawab Jabatan berkenaan dengan legalitas (keabsahan) tindak pemerintahan. Dalam hukum administrasi, persoalan legalitas tindak pemerintahan berkaitan dengan pendekatan terhadap kekuasaan pemerintahan. Berdasarkan kewenangan yang tertuang dalam Pasal 17 Ayat (2) Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditentukan.

Karena itu,  Febry menilai terdapat bentuk kesalahan dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah yaitu kesalahan secara hukum administrasi yang merupakan kewenangan mengadilinya berada di PTUN sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No. 2 tahun 2019 oleh Pemerintah menyatakan, "setiap frasa "Keputusan Tata Usaha Negara" dan frasa "Sengketa Tata Usaha Negara" yang tercantum dalam BAB IV Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang No. 51 tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara haruslah dimaknai juga sebagai "Tindakan Pemerintahan" dalam rangka penyelesaian sengketa Tindakan Pemerintahan menurut Peraturan Mahkamah Agung tersebut.

Selain itu, sebut Febry,  Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan, “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya". 

"Dengan demikian tafsir Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dan Sengketa Tata Usaha Negara (STUN) termasuk di dalamnya adalah tindakan pemerintahan yang menjadi objek gugatan dalam perkara a quo," demikian Febry.(KA-01)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini