Era 'New Normal', Bang Zul Kembali Bercengkrama Bareng Wisatawan di Teluk Saleh

Sebarkan:

SUMBAWA-Pagi itu, sekitar awal Maret tahun 2020, menjadi hari yang tidak terlupakan dalam hidup Wahyu Roberto, seorang pemuda di Desa Labuhan Jambu Kecamatan  Tarano, Kabupaten Sumbawa, NTB.

Bagaimana tidak, Wahyu Roberto yang juga operator tour local wisata Hiu Paus mendengar kabar merebaknya wabah pandemi covid-19 di sejumlah Negara, termasuk Indonesia tak terkecuali di NTB juga di Kabupaten Sumbawa.

Bagai petir di siang bolong, kabar wabah covid 19 itu membuat semua pihak terkejut dan pemerintah langsung mengumumkan situasi darurat bencana nasional non alam. Kegiatan  di semua sektor, termasuk pariwisata langsung berhenti total untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19.

Kondisi itu, juga berdampak terhadap wisata Hiu Paus di Desa Labuhan Jambu, ratusan wisatawan manca Negara yang tergabung dalam puluhan grup trip langsung membatalkan jadwal kunjungannya ke Labuhan Jambu. 

Sebanyak 45 grup terdiri dari 225 orang tamu melalui Land Based  dan 15 grup dari Livea Boar terdiri 157 orang tamu membatalkan kunjungannya akibat wabah pandemic covid-19.

“Padahal ratusan tamu tersebut sebelumnya sudah melakukan reservasi (booking), namun di cancel gara-gara wabah covid. Saat itu merupakan masa kelam bagi kami pelaku wisata lokal, sangat berdampak secara sosial dan ekonomi bagi kami dan juga warga desa,” kenang Wahyu, sapaan akrabnya.

Era New Normal Wisata Hiu Paus Mulai Menggeliat

Memasuki era kenormalan baru (New Normal), sektor pariwisata di Kabupaten Sumbawa mulai menggeliat. Sejumlah wisatawan kini berdatangan untuk mengunjungi destinasi wisata di Bumi “Sabalong Sama Lewa” ini.

Tak terkecuali, wisata Hiu Paus (Whale Shark) di perairan Teluk Saleh Desa Labuhan Jambu Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Kendati pandemi covid-19 belum berakhir, sejumlah wisatawan mulai berdatangan untuk melihat dari dekat keberadaan hewan langka yang dilindungi tersebut.

Pelaku wisata Hiu Paus yang juga Founder The Amazing Sumbawa Trip, Wahyu Roberto saat berbincang bincang dengan media ini, mengakui, pihaknya selaku tour operator lokal sudah membuka kran kunjungan bagi wisatawan ke Labuhan Jambu terhitung sejak 21 Juli 2020 lalu sering masa kenormalan baru yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Alhamdulillah, setelah kami coba membukan kran tanggal 21 Juli, sejumlah wisatawan manca negara mulai berdatangan tanggal 23 Juli. Sebanyak 7 wisman asal Jerman berkunjung, Hiu Paus kembali bisa bercengkrama dan berenang bersama wisatawan seperti dulu lagi,” ungkap Wahyu.

Kondisi tersebut, sambung Wahyu, sangat jauh berbeda sejak pandemi covid 19 mewabah awal Maret lalu hingga sebelum memasuki era New Normal, praktis kunjungan wisatawan tidak ada sama sekali.

Kendati masa New Normal, terang Wahyu, ia bersama sejumlah anggotanya tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam pengelolaan wisata Hiu Paus.

Ada dua hal terpenting saat ini yang harus dipatuhi semua pemangku kepentingan di bidang pariwisata yakni aspek kesehatan dan keselamatan.

“Perlu adanya sosialisasi terhadap adaptasi kenormalan baru dibidang Pariwisata, termasuk penerapan protokol kesehatan, seperti  memastikan wisatawan memiliki surat keterangan  bebas covid, menggunakan masker, membatasi pengunjung dan tidak mengundang keramaian,” cetusnya.

Promosi Lewat Medsos Hingga Membangun ‘Trust’

Diakui Wahyu, masih minimnya jumlah wisatawan karena minimnya promosi. Sejak wisata Hiu Paus dilaunching 23 September 2018 lalu, ia baru sekali melakukan Promosi yaitu saat Deep Sea Extreme Expo di Jakarta April 2019 lalu. Selebihnya, pihaknya hanya mengandalkan media sosial untuk promosi, terutama di masa pandemi seperti saat ini..

“Saya tidak tau apa yang dilakukan pemerintah karena saya sendiri yang menghadiri acara tersebut selama 4 hari, tidak merasa dibantu oleh Pemerintah. Seharusnya, baik pemerintah pusat, pemprov NTB dan Pemkab Sumbawa bersama pelaku wisata bisa bersinergi untuk mempromsoikan asset wisata yang luar biasa ini karena tidak semua tempat di dunia ada Hiu Paus. Kalau Maladewa bisa mendulang dolar ratusan miliar kenapa kita tidak,” kritiknya.

Namun stategi paling efektif, menurut Wahyu, adalah dengan membangun ‘trust’ (kepercayaan) para wisatawan terhadap pelaku wisata, termasuk tour operator wisata lokal seperti dirinya.     

“Jika ‘trust’ wisatawan sudah terbangun, tentunya dengan memberikan pelayanan maksimal, apabila mereka merasa aman dan nyaman, maka mereka akan menceritakan semua hal yang baik itu kepada rekannya di Negara mereka nantinya. Jadi promosi dari mulut ke mulut wisatawan sangat efektif dan itu sudah kami buktikan sendiri,” tandasnya.

Disinggung soal paket tour wisata Hiu Paus, Wahyu menjelaskan wisatawan baik dari manca negara yakni Eropa maupun wisatawan local dari Jakarta dan Bandung mengikuti trip selama dua hari. Untuk atraksi ia masih mengantungkan semua sumberdaya alam  di wilayah tersebut.

Di hari pertama, wisatawan akan diajak untuk Villages Tour di Desa Labuhan Jambu, berinteraksi dengan masyarakat setempat sambil melihat aktivitas masyarakat setempat serta lokasi penjemuran ikan, menikmati kelapa muda di kebun milik warga di pinggir pantai dan  menikmati sunset di puncak Raya Caffe. Hari kedua, wisatawan diajak turun ke laut untuk berinteraksi dengan Hiu Paus lalu ditutup dengan Island Hopping membawa tamu berkeliling di Pulau-Pulau Kecil di Teluk Saleh.

“Untuk tarif paket tour mulai dari Rp 5-9 juta untuk 6 orang wisatawan dalam satu group. Setiap wisatawan membelanjakan uangnya sekitar Rp 1- 2 juta sehari. Wisatawan sangat senang berbagi souvenir untuk anak-anak seperti bola plastik, permen dan alat tulis,” katanya.

Ia berharap kedepan, sejumlah pihak terutama stakeholder terkait, baik pemerintah pusat, Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa, termasuk Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB untuk bersinergi membantu mempromosikan wisata Hiu Paus tersebut sehingga lebih dikenal di kalangan wisatawan domestik dan manca Negara.

“JIka semakin dikenal, maka kunjungan wisatawan semakin meningkat, tentunya akan meningkatkan kesejahteraan bagi pelaku wisata lokal, para nelayan dan masyarakat setempat,” katanya.

Bang Zul Kembali Bercengkrama Bareng Wisatawan

Bang Zul, hingga saat ini  masih menjadi primadona dikalangan wisatawan yang berkunjung ke Teluk Saleh khususnya di Desa Labu Jambu Kecamatan Tarano. Setelah lama vakum akibat pandemi covid 19, Bang Zul kini kembali bercengkrama bersama wisatawan,

Nama Bang Zul untuk seekor hiu paus jantan dari perairan Teluk Saleh itu, adalah panggilan akrab Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr Zulkifliemansyah. Gubernur telah mengizinkan dan menerima pemberian namanya oleh CI Indonesia sebagai nama hiu paus atau dikenal di Sumbawa dengan sebutan Pakek Torok (Hiu Tuli) tersebut.

Gubernur NTB Zulkifliemansyah menyambut baik  hal tersebut untuk melindungi aset ekonomi biru masyarakat pesisir di Teluk Saleh melalui pengelolaan ekowisata yang berkelanjutan.

”Ini merupakan keajaiban baru di Sumbawa," kata Bang Zul.

Sementara itu, pelaku wisata Hiu Paus yang juga founder The Amazing Sumbawa Trip, Wahyu Roberto menyebutkan, ada dua hal utama yang dilakukan dalam ‘me-manage’ potensi pariwisata ‘Whale Shark’ di Teluk Saleh tersebut.

Pertama, sebut Wahyu,  adalah agenda konservasi mencakup kegiatan monitoring.

“Monitoring sendiri dilaksanakan oleh Conservasi International sebuah NGO yang telah membantu kami selama 2 tahun,” ujarnya.

Kedua adalah atraksi, dimana atraksi itu sendiri adalah kegiatan pengamatan hiu paus bersama wisatawan.

“Kami (Amazing Sumbawa) sebagai salah satu tour operator lokal yang memiliki peranan dan tugas penting dalam memajukan potensi pariwisata hiu paus. bekerja sama dengan Desa, sekarang semua tour operator langsung dibawah arahan BUMDES. Jadi tidak lagi melalui Pokdarwis,” sebutnya.

Sepanjang  tahun 2019 lalu, sebanyak 47 Trip terdiri dari 175 orang wisatawan baik local maupun manca Negara tercatat telah  berkunjung ke destinasi wisata Hiu Paus.

Desa  Wisata Hiu Paus Pertama di Indonesia

Desa Labuhan Jambu di kawasan Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa meluncurkan wisata hiu paus berbasis masyarakat pertama di Indonesia pada acara Sail Moyo-Tambora 23 September 2018 lalu.

Wisata Hiiu paus dengan nama latin  Rhincodon typus ini merupakan ikhtiar dalam mendorong pariwisata di NTB khususnya Kabupaten Sumbawa  sebagai salah satu destinasi prioritas nasional.

Musykil Hartsah, Kepala Desa Labuhan Jambu Kecamatan Tarano, menyebutkan, berdasarkan data Conservation International (CI) Indonesia, Teluk Saleh kerap didatangi oleh hiu paus karena berasosiasi dengan bagan untuk mendapatkan masin atau ikan puri sebagai makanannya. Selama periode September 2017 hingga Agustus 2018, jumlah individu yang teridentifikasi adalah 49 individu .

Berdasarkan temuan ilmiah ini, CI Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Desa Labuhan Jambu dan masyarakat dalam mempersiapkan dan merencanakan pengembangan potensi wisata hiu paus yang berkelanjutan.

“Kami ingin wisata hiu paus ini dikelola oleh masyarakat desa secara mandiri agar keuntungan yang didapat langsung dirasakan. Untuk itu, kami bersama dengan CI Indonesia mencoba mengidentifikasi, mengembangkan potensi dan meningkatkan kapasitas masyarakat yang dimiliki oleh desa untuk mengelola wisata hiu paus,” ujar Musykil Hartsah.

Wisata hiu paus adalah kegiatan rekreasi melihat hiu paus di habitatnya dengan variasi kegiatan pengamatan dari kapal, berenang/snorkling dan menyelam bersama hiu paus. “Wisatawan bisa menyelam sambil bercengkrama bersama Hiu Paus,” ucapnya. 

Dikatakan, Wisata hiu paus ini merupakan wisata minat khusus yang bermuatan edukasi tentang konservasi biota laut, dan budaya masyarakat terkait hiu paus dan bagang.

Untuk mendukung pelestarian hiu paus dan pengembangan wisata hiu paus yang berkelanjutan di Desa Labuhan Jambu, CI Indonesia melakukan pendampingan masyarakat dalam mewujudkan keuntungan ekonomi dan konservasi yang berjalan secara sinergis untuk jangka panjang.

“Sebagai referensi 2014 wisata ini memberikan pemasukan tahunan sebesar Rp 130 miliar di Maladewa,” ujarnya.

Victor Nikijuluw, Senior Marine Program Director CI Indonesia menyatakan bahwa wisata Hiu Paus merupakan bagian dari inisiatif CI Indonesia di tingkat nasional.

“Secara khusus di Sumbawa, kami mendukung penguatan kelola wisata hiu paus berbasis masyarakat sebagai bagian dari strategi besar program kami untuk upaya konservasi kelautan di bentang laut Sunda-Banda. Wisata hiu paus bukti nyata manfaat konservasi bagi kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi wilayah,” ungkapnya..

Data ilmiah menunjukan, hiu paus di teluk Saleh Kabupaten Sumbawa ada kencendrungan bersifat rumahan di dalam wilayah Teluk Saleh, karena perairan ini berlimpah makanan. Berbeda dengan di Teluk Cendrawasih dan Teluk Triton Kabupaten Kaimana Papua Barat yang hanya bersifat musiman. Sehingga wisatawan bisa setiap saat menjumpai Hiu Paus di Teluk Saleh tersebut.

Seperti diketahui,  kawasan strategis nasional  Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Gunung Tambora (SAMOTA) di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) kini terus berbenah menuju destinasi wisata berkelas dunia.

Sejumlah sarana dan prasarana infrastruktur terus dibangun oleh pemerintah pusat dan daerah hingga  kawasan strategis tersebut menjadi poros pertumbuhan ekonomi maritim  di Pulau Sumbawa. Apalagi kawasan SAMOTA, diapit oleh dua, dari empat destinasi wisata super prioritas di Indonesia saat ini, yakni Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kuta Mandalika Lombok-NTB di sebelah barat dan Labuhan Bajo Nusa Tenggara Timur (NTT) di sebelah timur.

Bahkan, kawasan Samota resmi ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia oleh Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNESCO).

Deklarasi penetapan Samota sebagai cagar biosfer dunia dilakukan dalam acara The 31st session of the Man and the Biosphere Programme International Coordinating Council yang berlangsung di Paris Prancis, Kamis (21/06/2019) lalu.

Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah, menjelaskan, sebelum Samota, NTB juga telah memiliki cagar biosfer dunia, yaitu Taman Nasional Rinjani yang ditetapkan pada 2018.

Dikatakan, ditetapkannya  Samota sebagai cagar biosfer akan membuka pintu kerja sama antarpengelola biosfer seluruh dunia untuk melakukan penelitian ilmiah, pemantauan global dan pelatihan pakar dari seluruh dunia  di NTB.

“Selain memberi manfaat terhadap keberlangsungan sumber daya hayati, penetapan Rinjani dan Samota sebagai biosfer dunia diharapkan akan memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat NTB,” harapnya.(KA/anto)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini