Bagaimana tidak, Wahyu
Roberto yang juga operator tour local wisata Hiu Paus mendengar kabar
merebaknya wabah pandemi covid-19 di sejumlah Negara, termasuk Indonesia tak
terkecuali di NTB juga di Kabupaten Sumbawa.
Bagai petir di siang bolong,
kabar wabah covid 19 itu membuat semua pihak terkejut dan pemerintah langsung
mengumumkan situasi darurat bencana nasional non alam. Kegiatan di semua sektor, termasuk pariwisata langsung
berhenti total untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19.
Kondisi itu, juga berdampak
terhadap wisata Hiu Paus di Desa Labuhan Jambu, ratusan wisatawan manca Negara
yang tergabung dalam puluhan grup trip langsung membatalkan jadwal kunjungannya
ke Labuhan Jambu.
Sebanyak 45 grup terdiri
dari 225 orang tamu melalui Land
Based dan 15 grup dari Livea Boar terdiri 157 orang tamu
membatalkan kunjungannya akibat wabah pandemic covid-19.
“Padahal ratusan tamu
tersebut sebelumnya sudah melakukan reservasi (booking), namun di cancel
gara-gara wabah covid. Saat itu merupakan masa kelam bagi kami pelaku wisata
lokal, sangat berdampak secara sosial dan ekonomi bagi kami dan juga warga desa,”
kenang Wahyu, sapaan akrabnya.
Era
New Normal Wisata Hiu Paus Mulai Menggeliat
Memasuki era kenormalan baru
(New Normal), sektor pariwisata di
Kabupaten Sumbawa mulai menggeliat. Sejumlah wisatawan kini berdatangan untuk
mengunjungi destinasi wisata di Bumi “Sabalong Sama Lewa” ini.
Tak terkecuali, wisata Hiu
Paus (Whale Shark) di perairan Teluk
Saleh Desa Labuhan Jambu Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara
Barat.
Kendati pandemi covid-19
belum berakhir, sejumlah wisatawan mulai berdatangan untuk melihat dari dekat
keberadaan hewan langka yang dilindungi tersebut.
“Alhamdulillah, setelah kami
coba membukan kran tanggal 21 Juli, sejumlah wisatawan manca negara mulai
berdatangan tanggal 23 Juli. Sebanyak 7 wisman asal Jerman berkunjung, Hiu Paus
kembali bisa bercengkrama dan berenang bersama wisatawan seperti dulu lagi,”
ungkap Wahyu.
Kondisi tersebut, sambung
Wahyu, sangat jauh berbeda sejak pandemi covid 19 mewabah awal Maret lalu
hingga sebelum memasuki era New Normal,
praktis kunjungan wisatawan tidak ada sama sekali.
Kendati masa New Normal, terang Wahyu, ia bersama
sejumlah anggotanya tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam pengelolaan
wisata Hiu Paus.
Ada dua hal terpenting saat
ini yang harus dipatuhi semua pemangku kepentingan di bidang pariwisata yakni aspek
kesehatan dan keselamatan.
“Perlu adanya sosialisasi terhadap
adaptasi kenormalan baru dibidang Pariwisata, termasuk penerapan protokol
kesehatan, seperti memastikan wisatawan
memiliki surat keterangan bebas covid,
menggunakan masker, membatasi pengunjung dan tidak mengundang keramaian,”
cetusnya.
Promosi
Lewat Medsos Hingga Membangun ‘Trust’
Diakui Wahyu, masih minimnya
jumlah wisatawan karena minimnya promosi. Sejak wisata Hiu Paus dilaunching 23
September 2018 lalu, ia baru sekali melakukan Promosi yaitu saat Deep Sea Extreme Expo di Jakarta April
2019 lalu. Selebihnya, pihaknya hanya mengandalkan media sosial untuk promosi,
terutama di masa pandemi seperti saat ini..
“Saya tidak tau apa yang
dilakukan pemerintah karena saya sendiri yang menghadiri acara tersebut selama
4 hari, tidak merasa dibantu oleh Pemerintah. Seharusnya, baik pemerintah
pusat, pemprov NTB dan Pemkab Sumbawa bersama pelaku wisata bisa bersinergi
untuk mempromsoikan asset wisata yang luar biasa ini karena tidak semua tempat
di dunia ada Hiu Paus. Kalau Maladewa bisa mendulang dolar ratusan miliar
kenapa kita tidak,” kritiknya.
Namun stategi paling
efektif, menurut Wahyu, adalah dengan membangun ‘trust’ (kepercayaan) para
wisatawan terhadap pelaku wisata, termasuk tour operator wisata lokal seperti
dirinya.
“Jika ‘trust’ wisatawan
sudah terbangun, tentunya dengan memberikan pelayanan maksimal, apabila mereka
merasa aman dan nyaman, maka mereka akan menceritakan semua hal yang baik itu
kepada rekannya di Negara mereka nantinya. Jadi promosi dari mulut ke mulut
wisatawan sangat efektif dan itu sudah kami buktikan sendiri,” tandasnya.
Disinggung soal paket tour
wisata Hiu Paus, Wahyu menjelaskan wisatawan baik dari manca negara yakni Eropa
maupun wisatawan local dari Jakarta dan Bandung mengikuti trip selama dua hari.
Untuk atraksi ia masih mengantungkan semua sumberdaya alam di wilayah tersebut.
Di hari pertama, wisatawan
akan diajak untuk Villages Tour di
Desa Labuhan Jambu, berinteraksi dengan masyarakat setempat sambil melihat
aktivitas masyarakat setempat serta lokasi penjemuran ikan, menikmati kelapa
muda di kebun milik warga di pinggir pantai dan
menikmati sunset di puncak Raya Caffe. Hari kedua, wisatawan diajak
turun ke laut untuk berinteraksi dengan Hiu Paus lalu ditutup dengan Island
Hopping membawa tamu berkeliling di Pulau-Pulau Kecil di Teluk Saleh.
“Untuk tarif paket tour
mulai dari Rp 5-9 juta untuk 6 orang wisatawan dalam satu group. Setiap
wisatawan membelanjakan uangnya sekitar Rp 1- 2 juta sehari. Wisatawan sangat
senang berbagi souvenir untuk anak-anak seperti bola plastik, permen dan alat
tulis,” katanya.
Ia berharap kedepan,
sejumlah pihak terutama stakeholder terkait, baik pemerintah pusat, Pemprov
NTB, Pemkab Sumbawa, termasuk Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB untuk bersinergi
membantu mempromosikan wisata Hiu Paus tersebut sehingga lebih dikenal di
kalangan wisatawan domestik dan manca Negara.
“JIka semakin dikenal, maka
kunjungan wisatawan semakin meningkat, tentunya akan meningkatkan kesejahteraan
bagi pelaku wisata lokal, para nelayan dan masyarakat setempat,” katanya.
Bang
Zul Kembali Bercengkrama Bareng Wisatawan
Bang Zul, hingga saat
ini masih menjadi primadona dikalangan
wisatawan yang berkunjung ke Teluk Saleh khususnya di Desa Labu Jambu Kecamatan
Tarano. Setelah lama vakum akibat pandemi covid 19, Bang Zul kini kembali
bercengkrama bersama wisatawan,
Gubernur NTB
Zulkifliemansyah menyambut baik hal
tersebut untuk melindungi aset ekonomi biru masyarakat pesisir di Teluk Saleh
melalui pengelolaan ekowisata yang berkelanjutan.
”Ini merupakan keajaiban
baru di Sumbawa," kata Bang Zul.
Sementara itu, pelaku wisata
Hiu Paus yang juga founder The Amazing Sumbawa Trip, Wahyu Roberto menyebutkan,
ada dua hal utama yang dilakukan dalam ‘me-manage’ potensi pariwisata ‘Whale
Shark’ di Teluk Saleh tersebut.
Pertama, sebut Wahyu, adalah agenda konservasi mencakup kegiatan
monitoring.
“Monitoring sendiri
dilaksanakan oleh Conservasi International sebuah NGO yang telah membantu kami
selama 2 tahun,” ujarnya.
Kedua adalah atraksi, dimana
atraksi itu sendiri adalah kegiatan pengamatan hiu paus bersama wisatawan.
“Kami (Amazing Sumbawa)
sebagai salah satu tour operator lokal yang memiliki peranan dan tugas penting
dalam memajukan potensi pariwisata hiu paus. bekerja sama dengan Desa, sekarang
semua tour operator langsung dibawah arahan BUMDES. Jadi tidak lagi melalui
Pokdarwis,” sebutnya.
Sepanjang tahun 2019 lalu, sebanyak 47 Trip terdiri
dari 175 orang wisatawan baik local maupun manca Negara tercatat telah berkunjung ke destinasi wisata Hiu Paus.
Desa Wisata Hiu Paus Pertama di Indonesia
Desa Labuhan Jambu di
kawasan Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa meluncurkan wisata hiu paus berbasis
masyarakat pertama di Indonesia pada acara Sail Moyo-Tambora 23 September 2018
lalu.
Wisata Hiiu paus dengan nama
latin Rhincodon typus ini merupakan ikhtiar dalam mendorong pariwisata di
NTB khususnya Kabupaten Sumbawa sebagai
salah satu destinasi prioritas nasional.
Musykil Hartsah, Kepala Desa
Labuhan Jambu Kecamatan Tarano, menyebutkan, berdasarkan data Conservation International (CI)
Indonesia, Teluk Saleh kerap didatangi oleh hiu paus karena berasosiasi dengan
bagan untuk mendapatkan masin atau ikan puri sebagai makanannya. Selama periode
September 2017 hingga Agustus 2018, jumlah individu yang teridentifikasi adalah
49 individu .
Berdasarkan temuan ilmiah
ini, CI Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Desa Labuhan Jambu dan
masyarakat dalam mempersiapkan dan merencanakan pengembangan potensi wisata hiu
paus yang berkelanjutan.
“Kami ingin wisata hiu paus
ini dikelola oleh masyarakat desa secara mandiri agar keuntungan yang didapat
langsung dirasakan. Untuk itu, kami bersama dengan CI Indonesia mencoba
mengidentifikasi, mengembangkan potensi dan meningkatkan kapasitas masyarakat
yang dimiliki oleh desa untuk mengelola wisata hiu paus,” ujar Musykil Hartsah.
Wisata hiu paus adalah
kegiatan rekreasi melihat hiu paus di habitatnya dengan variasi kegiatan
pengamatan dari kapal, berenang/snorkling dan menyelam bersama hiu paus.
“Wisatawan bisa menyelam sambil bercengkrama bersama Hiu Paus,” ucapnya.
Dikatakan, Wisata hiu paus
ini merupakan wisata minat khusus yang bermuatan edukasi tentang konservasi
biota laut, dan budaya masyarakat terkait hiu paus dan bagang.
Untuk mendukung pelestarian
hiu paus dan pengembangan wisata hiu paus yang berkelanjutan di Desa Labuhan
Jambu, CI Indonesia melakukan pendampingan masyarakat dalam mewujudkan
keuntungan ekonomi dan konservasi yang berjalan secara sinergis untuk jangka
panjang.
“Sebagai referensi 2014
wisata ini memberikan pemasukan tahunan sebesar Rp 130 miliar di Maladewa,”
ujarnya.
Victor Nikijuluw, Senior Marine Program Director CI
Indonesia menyatakan bahwa wisata Hiu Paus merupakan bagian dari inisiatif CI
Indonesia di tingkat nasional.
“Secara khusus di Sumbawa,
kami mendukung penguatan kelola wisata hiu paus berbasis masyarakat sebagai
bagian dari strategi besar program kami untuk upaya konservasi kelautan di
bentang laut Sunda-Banda. Wisata hiu paus bukti nyata manfaat konservasi bagi
kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi wilayah,” ungkapnya..
Data ilmiah menunjukan, hiu
paus di teluk Saleh Kabupaten Sumbawa ada kencendrungan bersifat rumahan di
dalam wilayah Teluk Saleh, karena perairan ini berlimpah makanan. Berbeda
dengan di Teluk Cendrawasih dan Teluk Triton Kabupaten Kaimana Papua Barat yang
hanya bersifat musiman. Sehingga wisatawan bisa setiap saat menjumpai Hiu Paus
di Teluk Saleh tersebut.
Seperti diketahui, kawasan strategis nasional Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Gunung Tambora
(SAMOTA) di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) kini terus berbenah
menuju destinasi wisata berkelas dunia.
Sejumlah sarana dan
prasarana infrastruktur terus dibangun oleh pemerintah pusat dan daerah
hingga kawasan strategis tersebut
menjadi poros pertumbuhan ekonomi maritim
di Pulau Sumbawa. Apalagi kawasan SAMOTA, diapit oleh dua, dari empat
destinasi wisata super prioritas di Indonesia saat ini, yakni Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) Kuta Mandalika Lombok-NTB di sebelah barat dan Labuhan Bajo Nusa
Tenggara Timur (NTT) di sebelah timur.
Bahkan, kawasan Samota resmi
ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia oleh Badan Perserikatan Bangsa Bangsa
(UNESCO).
Deklarasi penetapan Samota
sebagai cagar biosfer dunia dilakukan dalam acara The 31st session of the Man and the Biosphere Programme International
Coordinating Council yang berlangsung di Paris Prancis, Kamis (21/06/2019)
lalu.
Wakil Gubernur NTB Hj Sitti
Rohmi Djalilah, menjelaskan, sebelum Samota, NTB juga telah memiliki cagar
biosfer dunia, yaitu Taman Nasional Rinjani yang ditetapkan pada 2018.
Dikatakan,
ditetapkannya Samota sebagai cagar
biosfer akan membuka pintu kerja sama antarpengelola biosfer seluruh dunia
untuk melakukan penelitian ilmiah, pemantauan global dan pelatihan pakar dari
seluruh dunia di NTB.
“Selain memberi manfaat
terhadap keberlangsungan sumber daya hayati, penetapan Rinjani dan Samota
sebagai biosfer dunia diharapkan akan memberi dampak terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat NTB,” harapnya.(KA/anto)