Tolak RUU ‘Omnibus Law’, Massa “GERAM” Turun ke Jalan

Sebarkan:

Sumbawa Besar, KA.
Puluhan massa  terdiri dari, SP Sumbawa,  SMI, SIT, E-LMND Sumbawa, KPR, FSPMI, STN, KSPI, SPEE, SPDT yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Sumbawa Melawan (GERAM) menggelar aksi turun ke jalan, Kamis (16/07/2020).
Dalam orasinya di sepanjang ruas jalan dan titik dalam Kota Sumbawa Besar, mereka menolak pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law.
Seperti diketahui, DPR RI  berencana akan mengesahkan RUU “Omnibus Law Cipta Kerja”. RUU cipta kerja merupakan RUU yang dipersiapkan untuk penyederhanaan berbagai ijin investasi.
Tarmizi, perwakilan Samawa Islam tranformatif (SIT) dalam orasinya menyebutkan bahwa  RUU Omnibus Law ini akan menarik kewenangan pemerintah provinsi dalam mengelola mineral dan batubara, termasuk kewenangan penerbitan peraturan daerah dan penerbitan izin.
"Berbeda dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada Pemda," ungkap Tarmizi.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja berwacana mengubah sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang semula wajib AMDAL, menjadi peraturan berbasis risiko yang akan menghilangkan kajian dampak lingkungan atas kegiatan/proyek di suatu lokasi.
“Saat ini sejumlah proyek di Sumbawa dengan  mengantongi ijin  mendirikan bangunan (IMB) saja,  seperti  Pasar Seketeng, Pasar  Brang Bara dan rumah sakit  sementara segala kemudahan berusaha bagi investor ataupun korporasi dijamin oleh Pemerintah dalam Omnibus Law," terangnya.
Hadiatul Hasana, Kordinator Program Serikat Perempuan (SP) Sumbawa dalam orasinya  menyebutkan Omnibus Law Cipta kerja akan menjadi alat untuk merampas dan menghancurkan ruang hidup rakyat dan menjadi bencana buat rakyat.
Aturan ini akan memberikan kemudahan bagi korporasi dan pemerintah untuk merampas ruang kelola yang dikuasai masyarakat adat, buruh, perempuan, petani, dan nelayan.
Ketika Omnibus Law disahkan maka akan mengancam kedaulatan pangan karena menyamakan kedudukan produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan nasional dengan impor pangan sebagai sumber penyedia pangan.
“Pasar domestic dibanjiri pangan impor sementara subsidi untuk petani dan nelayan terus dicabut,” ungkapnya.
Tauhid, wakil dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dalam orasinya, menyebutkan, bahwa RUU Omnimbus Law akan berdampak pada massifnya perampasan lahan, sulitnya lapangan pekerjaan, maupun hak-hak buruh yang semakin dipangkas,  juga dapat mendorong migrasi tenaga kerja, dimana perempuan banyak bermigrasi untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga.
“RUU Cipta Kerja sejatinya merupakan upaya revisi UU. No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sejak 2006 coba dilakukan pemerintah dan terus digagalkan gerakan pekerja/buruh," katanya.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja memperburuk perlindungan hak perempuan buruh. Tidak kenal cuti karena haid atau keguguran karena hanya menyebutkan cuti tahunan dan cuti panjang lainnya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaaan.
Nantinya, sambung Tauhid, pekerja/buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah dibawah standar minimum, serta status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu.
Sementara itu, Onek, wakil dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), menyebutkan,  mahasiswa di Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja ditengah upaya pemerintah menarik investasi yang kian massif.
"Sebagai contohnya Nadiem memberikan kewenangan otonomi terhadap perguruan tinggi untuk membuka program studi baru yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Bahkan dia mengharuskan perguruan tinggi untuk menjalin kemitraan dengan perusahaan, organisasi nirlaba, dan institusi multilateral,” ujarnya
Kerja sama tersebut, ungkap Onek,  dibarengi dengan kebijakan bahwa setiap mahasiswa diharuskan mengambil 40 SKS atau setara dengan tiga semester untuk dapat melakukan magang di perusahaan, proyek di desa (proyek perampasan lahan), penelitian, hingga wirausaha.
“Pemerintah melalui Nadiem akan menjalin kerja sama dengan perusahaan startup untuk mendukung pemagangan mahasiswa di semester 6 hingga 8. Tenaga magang akan mengisi kebutuhan pekerja murah bagi industri karena tidak perlu dibayar upah secara penuh atau tanpa upah,” katanya.
Dikatakan, rencana pengesahan RUU Omnibus Law pada sidang 16 Juli 2020 menjadi tanda bahwa pemerintah tidak mewakili kepentingan rakyat. Hal itu sudah terlihat sejak: pembahasan Prolegnas sampai penyusunan draft  oleh Kemenko Perekonomian RI. Naskah Akademik dan draf RUU tidak dapat diakses oleh rakyat, mengabaikan aspirasi rakyat yang memprotes RUU Omnibus Law, dan tetap memprioritaskan pengesahan RUU Omnibus Law daripada serius menangani pandemi yang telah memakan ribuan korban.
Karenanya, massa Gerakan Rakyat Sumbawa Melawan (GERAM) menyatakan sikap untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk perlindungan korban kekerasan.
“Batalkan UU Minerba dan wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah dan demokratis,” pungkasnya.(KA-01)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini