Soal Vonis Nihil Terdakwa Kasus PT Asabri Heru Hidayat, MAKI Mengaku Kecewa

Sebarkan:

Jakarta, KA.

Vonis pidana Nihil majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap terdakwa kasus korupsi PT ASABRI Heru Hidayat menuai sorotan tajam pegiat akti korupsi.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dalam keterangan Persnya, Rabu (19/01/2021), menyatakan, MAKI menghormati putusan tersebut namun tetap menyatakan kecewa atas putusan tersebut karena tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

Seharusnya, sambung Boyamin, Hakim jika tidak memberi hukuman mati sesuai tuntutan Jaksa maka tetap memberikan hukuman seumur hidup.

"Atau hukuman seumur hidup secara bersyarat yaitu jika hukuman penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya bebas  atau berkurang oleh upaya Peninjauan Kembali atau dapat Grasi maka hukuman seumur hidup dalam perkara Asabri akan tetap berlaku dan Heru Hidayat tetap menjalani penjara seumur hidup," cetusnya.

Menurutnya, berdasar Pasal 193 ayat (1)  KUHAP, jika hakim menyatakan Terdakwa bersalah maka Terdakwa dijatuhi hukuman pidana. Tidak boleh NIHIL karena hukuman sebelumnya dalam kasus Jiwasraya adalah seumur hidup dan bukan penjara dalam hitungan maksimal 20 tahun. 

Hukuman NIHIL hanya berlaku di perkara penjara terhitung yaitu 1 hari hingga maksimal 20 tahun. Jika hukuman seumur hidup maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman diatasnya yaitu MATI.

"Putusan kemarin menyatakan perbuatan Terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka mestinya dipidana dan bukan nihil. Bisa Seumur Hidup atau MATI," ungkap Boyamin.

Sesuai pasal 240 KUHAP, menurut Boyamin, putusan tersebut keliru sehingga MAKI meminta jaksa Kejagung harus melakukan upaya Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Menurutnya, putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat dan nasabah secara berulang ( Jiwasraya dan Asabri). 

"Seandainya hakim tidak sependapat dengan tuntutan mati oleh Jaksa Penuntut Umum, mestinya hukuman penjara seumur hidup secara bersyarat lebih memenuhi ketentuan hukum acara KUHAP karena tetap jatuhi hukuman pidana dan bukan NIHIL," timpalnya.

Karenanya, MAKI akan maju ke Mahkamah Konstitusi untuk memperluas makna " Pengulangan Dalam Melakukan Pidana " yang selama ini dimaknai terbatas setelah orang dipenjara kemudian  melakukan perbuatan pidana. Tidak disebut berulang jika belum pernah dipenjara meskipun berulang-ulang melakukan perbuatan pidana. 

"Jika ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi maka dalam kasus seperti Heru Hidayat nantinya dapat diterapkan hukuman MATI," tukasnya.

Seperti diketahui, Heru Hidayat dalam perkara lain yaitu kasus korupsi Asuransi Jiwasraya telah divonis seumur hidup dan telah incracht (berkekuatan hukum tetap) berdasar putusan Kasasi.(KA-04)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini