Restorative Justice Disetujui, Dua Tersangka Menghirup Udara Bebas

Sebarkan:

Sumbawa Besar, KA.

Jumat berkah hari ini,  dua orang pria berinisial Mh dan Rk, akhirnya bisa mengirup udara kebebasan. Kasus hukum yang menimpa kedua tersangka ini dinyatakan selesai, setelah Kejaksaan Negeri Sumbawa menerapkan restorative justice atas kasus tersebut. 

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sumbawa, Dr. Adung Sutranggono, SH., MH dalam jumpa persnya, Jumat (2/7/2021) sore membenarkan penerapan restorative justice (RJ) itu. 

Diakui Kajari, kasus ini terjadi setelah keduanya dilaporkan oleh seorang warga berinisial Rl ke polisi. Dimana Mh dilaporkan melakukan dugaan pengancaman. Sementara Rk dilaporkan dengan dugaan penghinaan.

Kasus tersebut terjadi di Desa Labuhan Sangoro, Kecamatan Maronge, 28 Juli 2020 lalu. Berawal saat Mh mendatangi rumah kepala desa yang menjabat saat itu, H. Firmansyah. Mh berhenti, karena melihat H. Firmansyah duduk di bale-bale depan rumahnya. Saat itu, H. Firmansyah bercerita kepada Mh bahwa dia hampir ditabrak oleh Rl. 

Mendengar hal itu, Mh langsung meninggalkan lokasi dan menuju rumah Rl. Di tengah jalan, Mh bertemu dengan Rk. Kemudian Mh menceritakan perihal yang dialami oleh H. Firmansyah kepada Rk. Akhirnya, mereka berdua langsung menuju rumah Rl. Kebetulan, keduanya merupakan pendukung dari H. Firmansyah. Sementara Rl merupakan pendukung dari calon kades lainnya. 

Ketika keduanya tiba di depan rumah Rl, dugaan pengancaman dan penghinaan ini terjadi. Dimana Mh mengancam akan menganiaya dan membunuh Rl. Sementara Rk diduga menghina Rl dengan kata-kata yang tidak pantas. Atas dasar itu, korban melapor ke polisi. 

Sebelumnya, kasus ini sudah pernah dimediasi oleh pihak kepolisian. Namun, upaya itu tidak berhasil. Karena berkas perkara kasusnya sudah dinyatakan lengkap, dilakulan pelimpahan ke Kejari Sumbawa. 

Setelah itu, upaya perdamaian kembali dilakukan. Akhirnya, tercapailah kesepakatan damai antara para pihak yang berperkara. Kesepakatan damai ini akhirnya tercapai pada Jumat 18 Juni lalu. Setelah kesepakatan damai ini tercapai, barulah sistem RJ ini diterapkan. 

Sebelum RJ ini diterapkan, terang Kajari, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh tersangka. Seperti tersangka baru pertama kali melakukan tindakan pidana. Kemudian, tindak pidana yang dilakukan ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun. Tidak pidana yang dilakukan tersangka tidak menimbulkan kerugian nilai barang tertentu. Semua persyaratan ini, dinilai sudah dipenuhi oleh kedua tersangka. 

Sebelum penghentian perkara melalui  sistem RJ ini, lanjut kajari, pihaknya melakukan ekspose terlebih dahulu. Sehingga mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), guna dilakukan penghentian penuntutan.

 "Penerapan restorative justice ini sudah mendapatkan persetujuan dari JAM Pidum," ujar kajari. 

Kajari berharap, penanganan perkara dengan penerapan sistem RJ ini, dapat mengubah stigma negatif atau pola pikir dalam masyarakat. Dimana penegakan hukum tidak harus diselesaikan melalui peradilan. 

"Tapi, untuk penanganan tindak pidana ringan, dapat mengedepankan perdamaian. Dengan landasan pemulihan keadaan pada kondisi semula, keadilan dan beraspek kemanusiaan," cetus Kajari.


Sementara itu, Kuasa Hukum Kedua tersangka, Febriyan Anindita, SH,  Randa Jamra Negara SH  dan Jaharuddin SH, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan SAREA, menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya kepada Kajari Sumbawa atas disetujuinya Restorative Justice terhadap kedua kliennya tersebut.

Begitu juga kepada Jampidum Kejaksaan Agung RI yang telah memberikan persetujuan RJ kepada kliennya sehingga bisa terbebas dari jeratan hukum.

"Terimakasih pak Kajari dan pak Jampidum. Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kliennya untuk tidak melakukan hal serupa dikemudian hari," pungkas Advocat muda ini.(KA-01)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini