Sumbawa Besar, KA.
RSUD Sumbawa terus menunjukkan langkah maju dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Salah satunya beroperasinya alat CT-Scan yang sudah berjalan selama beberapa bulan. Trend pengunjung terutama dari luar daerah untuk menerima pelayanan CT-Scan di RSUD Sumbawa, terus mengalami peningkatan setiap bulannya. Kendati demikian, masih saja ada sekelompok masyarakat yang mengeluhkan mahalnya biaya CT-Scan. Padahal jika dibandingkan sebelum adanya alat ini, pasien harus dirujuk ke luar daerah dengan biaya berlipat-lipat dan resiko kematian cukup tinggi karena alotnya penanganan.
Direktur RSUD Sumbawa, dr. Dede Hasan Basri yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin (28/6/2021), mengakui adanya keluhan tersebut. Sebelum RSUD memiliki CT-Scan, ungkap dr. Dede, diagnosa dokter dibantu hasil USG dan rontgen, namun tidak sedetil dan secermat ketika menggunakan CT-Scan. Dengan pemeriksaan CT-Scan dapat diketahui dengan cepat kondisi jantung, paru, otak, syaraf dan lainnya. Misalnya, ketika ada pasien tiba-tiba stroke, harus ditangani segera. Dengan CT-Scan dapat diketahui dengan cepat apakah stroke itu disebabkan adanya penyumbatan darah atau pembuluh darah pecah. Dengan diagnosa yang cepat sehingga pasien itu dapat ditangani secara tepat dan tidak lagi mengira-mengira. Selama ini untuk pemeriksaan lebih detail terkait organ vital di bagian dalam, pasien kerap dirujuk ke rumah sakit yang melayani CT—Scan, seperti di RSU Mataram. Bisa dibayangkan berapa biaya yang dikeluarkan pasien. Meski ditanggung BPJS, namun biaya lainnya ditanggung oleh pasien dimaksud seperti biaya hidup dan transportasi. RSUD di luar daerah juga tidak menerima Bansos yang dialokasikan Pemda Sumbawa untuk pasien yang tidak terakomodir BPJS. Suka tidak suka, pasien harus mengeluarkan biaya besar untuk penanganannya. “Alhamdulillah, sekarang tidak lagi. Pasien RSUD tidak dirujuk, bahkan sebaliknya pasien dari RSUD lain dirujuk ke Sumbawa karena sudah memiliki alat CT-Scan. Sebab pelayanan pemeriksaan CT-Scan sangat penting dan dibutuhkan dunia medis terutama para dokter spesialis dalam mendiagnosa kondisi pasien sebagai acuan dalam penindakan,” jelasnya.
Untuk diketahui, lanjut dr. Dede, bagi pasien umum, untuk pelayanan CT-Scan, sekali pemeriksaan untuk satu organ biayanya bisa mencapai jutaan rupiah. Apalagi untuk pemeriksaan lengkap, jauh lebih mahal. Dengan adanya alat CT-Scan di RSUD Sumbawa, biayanya bisa ditekan. Bagi yang memiliki BPJS, maka biayanya ditanggung BPJS. Sedangkan masyarakat tidak mampu dapat mengajukan Bansos untuk bantuan pengobatan dan pelayanan kesehatan dari pemerintah daerah. Bagi yang mampu, tidak perlu ke luar daerah dengan biaya tambahan.
Untuk pengadaan CT-Scan ini ungkap dr. Dede, melalui perjuangan yang panjang. Lobi-lobi ke berbagai pihak dilakukan jajaran RSUD dengan tujuan untuk memberikan pelayanan medis secara maksimal kepada masyarakat. Ia mengaku sudah menemui Bank NTB Syariah Cabang Sumbawa untuk pengadaan alat CT-Scan dengan sistem bagi hasil. Demikian dengan lobi ke pemerintah pusat melalui dana DAK 2019 dan 2020. Namun tidak membuahkan hasil. Karena itu pihaknya menjalin kerjasama dengan sebuah perusahaan luar daerah sehingga peralatan CT-Scan senilai belasan milyar rupiah didatangkan. Dari kerjasama ini, RSUD tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk membeli alat, dan tidak lagi memikirkan pemeliharaan peralatan (maintenance) senilai milyaran rupiah. Ketika ada gangguan atau kerusakan, maka perusahaan dimaksud akan mengirim teknisi. Untuk pembagian hasil, lanjut dr. Dede, sudah disepakati bahwa pemilik modal 70 persen dan RSUD Sumbawa 30 persen. Ketika sudah kembali modal di tahun keempat atau kelima, akan dibuat kesepakatan baru yang kemungkinan pembagiannya 50:50. “Dana pemeliharaan tidak kita pikirkan, pokoknya saat beroperasi kita bayar, tidak beroperasi kita tidak bayar. Ini memang yang diharapkan agar tidak memberatkan pemerintah daerah,” ujar dr Dede.
Ia mencontohkan ada rumah sakit yang membeli sendiri alat CT-Scan dengan dana belasan milyard. Ketika alat itu rusak, maka harus menyiapkan dana minimal Rp 2 milyar untuk memperbaikinya. Karena masih menunggu dana, otomatis alat itu tidak bisa beroperasi dan pelayanan CT-Scan, terhenti. “Dengan kerjasama yang kita lakukan ini, semua pemeliharaan maintenance dan kerusakan lainnya ditangani langsung pihak perusahaan. Tanpa sedikit pun kita mengeluarkan uang,” imbuhnya.
Menariknya dari kerjasama ini, setiap pelayanan CT-Scan, perusahaan hanya mengetahui menerima Rp 900 ribu. Meskipun biaya yang ditarik RSUD Sumbawa untuk sekali pelayanan melebihi dari jumlah tersebut. Dari Rp 900 ribu ini, perusahaan hanya menerima Rp 630 ribu, karena Rp 270 ribu diserahkan ke RSUD Sumbawa karena sistemnya bagi hasil. “Kita sangat diuntungkan dari kerjasama ini. Bukan hanya daerah saja, tapi juga masyarakat selaku penerima manfaat dari pelayanan ini,” pungkasnya.(KA/**)