![]() |
Kusnaini, SH, Law Firm Telusula Indonesia selaku Kuasa Hukum Mapecara dkk.(foto dok KA) |
Sumbawa Besar, KA.
Polemik soal lahan lokasi pembangunan PLTU Sumbawa 2 di Desa Gapit Kecamatan Empang hingga kini belum menemui titik terang. Bahkan, pihak terkait bakal mencari lokasi lain jika persoalan lahan tak kunjung selesai.
Menyikapi hal itu, digelar pertemuan yang difasilitasi oleh Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah menghadirkan PT PLN, BPN, Kejaksaan Negeri Sumbawa, Kapolres Sumbawa dan Pemkab Sumbawa di ruang kerja Bupati Sumbawa terkait masalah pembangunan PLTU Sumbawa 2, Kamis (05/12/2019).
Di awal pertemuan Gubernur NTB menekankan agar jalan investasi ini harus diberi kemudahan, jika perlu “kita menutup mata” mengutip intruksi Presiden Jokowi yang disampaikan di depan semua kepala daerah.
Pembangunan PLTU sebagai sarana infrastruktur kelestrikan semestinya harus didukung oleh semua pihak, tentu dengan tidak mengabaikan kepentingan masyarakat yang terkena dampak dalam pembangunan tersebut.
Pembangunan PLTU Sumbawa 2 ini terkendala mengingat adanya pernyataan Kakanwil BPN NTB bahwa tanah tersebut adalah tanah negara bebas, dan tidak mengakui hak kepemilikan masyarakat, meskipun masyarakat memiliki alas hak atau bukti yuridis terkait dengan kepemilikan tanah tersebut.
Menanggapi hal itu, Kusnaini, SH. dari Law Firm Telusula Indonesia yang juga Kuasa Hukum Mapecara dkk, kepada media ini menyebutkan, bahwa kewenangan Badan Pertanahan Nasional terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum mengacu kepada Peraturan Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah yang merupakan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 dan UU Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan Umum.
Dalam hal ini, sambung Kusnaini, Kantor Wilayah BPN Provinsi NTB hanya menerbitkan peta Bidang tanah dan daftar nominatif, yang berisi bidang tanah, siapa pemilik tanah, dan apa saja bangunan dan tanaman diatas tanah tersebut yang akan diganti rugi, kalau ada ditemukan klaim dari satu orang atau lebih dengan disertai alas hak maka di daftar pemilik tanah akan di tulis tanda miring (/).
“Dan kalau ditemukan fakta lapangan bahwa itu adalah tanah negara bebas, mestinya BPN tuliskan saja di daftar nominatif bahwa bidang tersebut adalah tanah negara sehingga tidak perlu diganti rugi,” tegas advokat muda yang lagi naik daun ini
Kendati demikian, kata Kusnaini, proses pembangunan PLTU Sumbawa 2 ini harus tetap berjalan, tidak boleh berhenti apalagi dialihkan ketempat lain, yang tentu akan memerlukan waktu dan anggaran besar, karena hal ini bisa berimplikasi Hukum karena terjadi pemborosan uang negara.
Sebelumnya, pihaknya selaku Kuasa Hukum Mapecara dkk sudah menyampaikan kepada semua pihak termasuk kepada Gubernur NTB terkait dengan bukti yuridis dan pengusaan obyek tanah dilokasi pembangunan PLTU Sumbawa 2 di Kabupaten Sumbawa. Bahwa sejak tahun 1987 tanah tersebut sudah terdaftar, dengan daftar surat keterangan obyek untuk ketetapan IPEDA sektor pedesaan dan sektor perkotaan nomor 657 nama Muslim alias Husain Desa Boal Kecamatan Empang. Pada tahun 1989 tanah tersebut sudah memiliki surat keterangan kepemilikan nomor 02/4.DR/1989 atas nama Husain HMS yang ditandatangani oleh Kepala Desa Boal Mengetahui Camat Empang tertanggal 1 Mei 1989, yang selanjutnya tanah Husain HMS ini beralih ke anak anaknya dan/ sudah diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan, masing masing atas nama Siti Amina, M. Ihsan Husain, M.Insan Husain, M. Nursal Husain, Nurhayati Husain. Nuraini Husain, Husain HMS dan Muslim.
Begitu juga pada tahun 2016 pak Mappecara A. Muis, Saiful Bahtera, Samsul Bahri, dkk telah mengajukan rekomendasi penerbitan SPPT kepada Bupati Sumbawa dengan melampirkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) dan Surat pernyataan menguasai/ menggarap tanah yang disaksikan oleh para saksi dan mengetahui kepala Desa Gapit dan Camat Empang.
“Pada tanggal 6 September 2018 surat Bupati Sumbawa terkait hasil pendataan awal nama pihak yang berhak pengadaan tanah untuk pembangunan PLTU Sumbawa 2 (2x50MW) di Kecamatan Empang dan Kecamatan Plampang, dan nama nama masyarakat Mapecara dkk selaku pemilik tanah tertera disitu,” terangnya.
Begitu juga berita acara nomor 569.1/02/TP/2018 tentang kesepakatan konsultasi publik Pengadaan tanah untuk pembangunan PLTU Sumbawa 2 (2x50 MW) nama nama masyarakat pemilik tanah ada ikut bertanda tangan disitu.
Bahwa terkait bukti yuridis yang ia sampaikan soal pengadaan tanah PLTU Sumbawa 2 ini, BPN NTB harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, di pasal 26 menyebutkan : ”Dalam hal bukti kepemilikan atau penguasaan sebidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 tidak ada pembuktian pemilikan atau penguasaan dapat dilakukan dengan bukti lain berupa peryataan tertulis dari yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari paling sedikit 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun horisontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar sebagai pemilik atau menguasai sebidang tanah tersebut”.
“Dan terkait dengan adanya klaim dari pihak lain diluar klien kami sudah ada tata cara penyelesaian nya dengan melakukan penitipan ganti rugi di Pengadilan,” tukasnya.
Soal pernyataan Kanwil BPN NTB yang menyatakan bahwa lokasi PLTU Sumbawa 2 adalah tanah negara bebas, pihaknya selaku kuasa hukum sedang menyiapkan upaya hukum.
“Dalam hal ini kami meminta dan menagih komitmen Gubernur NTB agar serius dan tegas mendukung PLTU Sumbawa ini, jangan ada pihak yang menghambat, kalau BPN NTB merasa yakin bahwa lokasi tersebut adalah tanah negara bebas ya silahkan dibangun tentu lebih mudah tanpa harus proses nya berhenti atau dialihkan ketempat lain,” pungkasnya.(KA-01)