Belum Terbayar, Pemilik Lahan Smelter AMNT Tuntut Ganti Rugi

Sebarkan:

Ketua Tim Fasilitator M. Endang Arianto dan Advokat Sobaruddin SH.

Sumbawa Besar, KA.

Ganti rugi lahan masyarakat yang terdampak pembangunan Smelter milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat masih menyisakan masalah.

Pasalnya, ada sejumlah bidang lahan milik warga yang belum mendapatkan ganti rugi.

Diduga ganti rugi ahan tersebut dibayangkan kepada orang yang tidak berhak.

Hal itu diungkapkan Sobaruddin SH, Kuasa Hukum, salah seorang pemilik lahan Alimun saat Jumpa Pers, Selasa (12/04/2022).


Menyikapi hal itu, Sobaruddin SH pun menggelar pertemuan dengan Ketua Tim Fasilitasi Pembebasan Lahan Smelter, M. Endang Arianto, Selasa (14/4), guna mencari solusi penyelesaian dengan menyodorkan alas hak bukti pemilikan lahan milik Alimun tersebut.

Diakui Sobaruddin, PT AMNT telah melakukan pembayaran terhadap tiga orang atas lahan milik kliennya itu, yakni kepada Miskam, Nurdin dan Lugiman.

"Seharusnya, pembayaran ganti rugi diberikan kepada kliennya, selaku pemilik lahan. Tiga orang tersebut adalah pemilik lahan yang bersandingan dengan lahan klien kami," ungkapnya.

Ia memaparkan,  awalnya lahan seluas 1,2 hektar lebih yang terletak di Otak Keris, Maluk itu dimiliki oleh Ahmad Taat. Dimana saat itu Ahmad mengikuti transmigrasi lokal pada 1984 lalu di Otak Keris. Kemudian, pemerintah mengeluarkan sertifikat atas lahan tersebut atas nama Ahmad Taat pada 1987, dengan nomor sertifikat 181.

"Alimun lalu datang ke Maluk untuk bekerja sebagai tukang bangunan dan bertemu dengan Ahmad Taat. Karena sama-sama berasal dari Lombok Tengah, terjadi proses jual beli lahan tersebut antara keduanya secara di bawah tangan. Dengan kesepakatan, lahan tersebut tetap dikerjakan oleh Ahmad Taat," paparnya.

Namun, Ahmad Taat juga berpindah-pindah. Belakangan diketahui ada terjadi penggusuran di lokasi lahan miliknya. Lalu, Alimun mendatangi ahli waris Ahmad Taat. Untuk dibuatkan bukti autentik terkait lahan itu, di Mataram.

Dalam hal ini, Sobaruddin diberikan kuasa jual atas lahan itu. Saat turun ke lapangan, di lokasi itu terdapat persoalan. Dimana di atas lahan itu telah terbit sejumlah sertifikat. Pada kuasa hukum sebelumnya, sudah pernah bersurat ke BPN. 

"Ternyata, diketahui tidak pernah ada tumpang tindih atau simpang siur atas lahan itu. BPN menegaskan, bahwa lahan tersebut masih atas kepemilikan Ahmad Taat. Selama ini, tidak pernah ada peralihan antara Ahmad Taat kepada pihak lainnya," tukas Sobar.

Ia  juga menemukan kejanggalan di data dukcapil. Dimana menurut keterangan keluarga, Ahmad Taat telah meninggal dunia. Namun, bisa muncul tanda tangan oleh Ahmad Taat pada 2018 untuk memberikan ahli waris atas lahan itu. Di lapangan, ditemukan fakta bahwa ada penerbitan sejumlah sertifikat atas lahan tersebut.

Jika mengacu pada dokumen yang dimiliki pihaknya, maka pihak perusahaan telah membayar kepada pihak yang salah. Sebab, mengacu pada data BPN, tidak pernah ada peralihan hak atas lahan tersebut dari pemilik awal, yakni Ahmad Taat.

Menyikapi hal itu, Ketua Tim Fasilitasi Pembebasan Lahan Smelter, M. Endang Arianto mengakui bahwa ada sejumlah dokumen yang disampaikan kepada pihaknya. Dokumen itu kemudian dipelajari dan dicek di lapangan. Memang benar di lokasi itu ada tumpang tindih sertifikat. Tapi ada juga sertifikat lama yang belum diperbaharui.

“Jadi kedatangan saya ini untuk memadukan dokumen yang ada. Sehingga nanti akan diajukan ke perusahaan. Karena saya bertugas untuk memfasilitasi pembebasan lahan,” ucapnya.

Atas pemilikan lahan dengan sertifikat lain atas lahan itu, kata Endang, sudah dilakukan pembayaran. Atas adanya persoalan ini, apakah uang yang sudah dibayarkan sebelumnya ditarik kembali, itu tergantung kebijakan perusahaan. 

"Akan tetapi dengan adanya fakta baru ini, pasti nantinya akan ada sejumlah perubahan. Data data ini akan kami ajukan kepada pihak perusahaan," pungkasnya.(KA-04)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini