Tolak UU Omnibuslaw, KPR Sumbawa Gedor Kantor Bupati

Sebarkan:

Sumbawa Besar, KA
Menyatakan diri menolak terhadap lahirnya Undang-undang Omnibuslaw, sejumlah massa yang tergabung dalam Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) Kota Sumbawa mendatangi kantor Bupati Sumbawa, Senin (9/3). Mereka mendesak Pemda Sumbawa untuk ikut menyatakan diri menolak terhadap UU dimaksud.
Dalam pernyataan sikapnya, KPR Sumbawa menuntut 10 item yang harus dipenuhi Pemerintah, seperti menghentikan segala proses pembentukan UU Omnibuslaw. Tolak kapitalisasi pendidikan dalam bingkai kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka. Wujudkan jaminan sosial  dan bubarkan BPJS. Demokrasi seluas-luasnya untuk rakyat. Hapus hutang luar negeri. Sita harta dan asset para koruptor. Berikan tanah, modal, teknologi dan pengetahuan bagi petani dan nelayan. Berikan hak cuti haid, hamil, dan melahirkan pada butuh perempuan. Stop deskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Serta hentikan trand kenaikan biaya pendidikan. ‘’Dalam undang-undang itu, cuti haid, cuti hamil maupun cuti melahirkan dihapus. Selain itu dalam undang-undang itu juga kita tidak boleh protes ketika teman-teman butuh di PKH oleh perusahaannya,’’ kata Koordinator aksi – Siben dalam orasinya.
Menanggapi tuntutan itu, Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Sumbawa – HM Ikhsan menyatakan, terkait undang-undang tersebut merupakan keputusan Pemerintah Pusat, sehingga tiak ada keputusan mutlak dari Bupati Sumbawa menanggapi hal terwsebut ‘’Tidak ada putusan mutlak dari Bupati. Karena ini bukan kewenangan Kabupaten. Kalau mau diteruskan aspirasi ini, bisa masukkan surat. Biar kita teruskan ke Pusat,’’ tuturnya.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumbawa – M Ikhsan Safitri. Diungkapkan kalau hingga saat ini Pemda Sumbawa belum menerima draft terkait undang-undang omnibuslaw. Apalagi ini kebijakan Pusat, sehingga bukan kewenangan Pemda Sumbawa untuk menolak hal tersebut. ‘’Onmibuslaw sampai saat ini draftnya belum kami baca, belum ada edaran yang disampaikan secara substansi ke Kabupaten Sumbawa secara formal. Baru kita dengar melalui media-media. Dari item per item yang diatur dalam klausul omnibuslaw belum ada yang kita bahas ditingkat lokal. Karena memang undang-undang itu dibahas di Senayan, Presiden bersama DPR, bukan zona pemimpin kita di Kabupaten Sumbawa,’’ tegasnya.
Dijelaskan, ketika massa aksi menginginkan Pemda Sumbawa menyampaikan aspirasi tersebut ke Pemerintah Pusat, maka harus melalui jalur resmi seperti bersurat ke Pemda Sumbawa. ‘’Kalau ini kemudian diharapkan untuk ditindaklanjuti ke Pusat, kewajiban bagi kami untuk kemudian kita lanjutkan setiap aspirasi masyarakat. Tapi tolong itu dibuat tertulis, sehingga kami selaku leading sector mudah untuk menindaklanjuti, berdasarkan aspirasi dari KPR, tanggal sekian, nomor sekian, kemudian kami tindaklanjuti. Tetapi keputusan untuk menolak omnibuslaw, sekali lagi saya tegaskan bukan kewenangan kita (Pemda Sumbawa), bukan otoritas kita,’’ pungkasnya. (KA-01)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini